Kendalikan Marah atau Marah Mengendalikan Kita
Siang itu suasana kerja di kantor sedang sepi, beberapa teman kantor melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Aku dan sebagian lainnya bekerja di kantor seperti biasa. Kantor tempatku bekerja yang berada di lantai 10 bisa di bilang berada di bagian rooftop gedung. Sebagian bangunan kantor dan di sebelahnya pelataran luas tempat penangkal petir, barisan tanaman di dalam pot, dan ada helipad. Bangunan kantor yang menghadap ke pelataran seluruhnya dari kaca. Dari meja kerjaku bisa melihat pemandangan kota Jakarta. Sungguh indah.
Sambil mengetik beberapa pekerjaan, tiba-tiba seorang teman kerja menyentuh pundak-ku dan bertanya: “Lid, file yang kemarin diminta ibu boss enggak ketemu” ucapnya sambil memperlihatkan muka panik. “Bukankah ada di lemari besi, ya, kemarin?” Jawabku sambil mengernyitkan dahi. Temanku berlalu sambil mengangkat kedua tangannya dan menggeleng, tanda tidak tahu.
Ku hela napas panjang. Sambil beranjak dari kursi kemudian mencari file yang hilang. Lemari besi biasanya digunakan untuk menyimpan berkas-berkas penting. Ku cari dengan saksama masih tak ketemu. Napasku memburu, otot tanganku mengencang, dan bila aku berkaca pasti mukaku mulai memerah karena menahan marah.
Siapa yang memindahkan berkas namun tidak memberi tahu terlebih dahulu, gumamku dalam hati sambil mulutku membuat berdecak–kesal.
Kendalikan Marah Atau Marah Mengendalikan Kita
Hampir setiap manusia pasti bisa marah. Manusia bisa marah karena banyak faktor, baik dari dalam diri maupun faktor luar. Bisa marah karena orangtua, pasangan, anak, saudara, dan sebagainya. Marah merupakan ekspresi emosi yang tertekan. Penelitian mengatakan bahwa marah merupakan emosi yang muncul karena adanya persepsi ketidakadilan, tidak mendapatkan pengakuan dan penerimaan bahwa seharusnya kita pantas mendapatkan suatu hal, serta perasaan negatif yang membuat ketidaknyamanan.
Kemarahanku terhadap hilangnya file di atas salah satu contoh faktor penyebab marah yang berasal dari luar. Memang wajar aku marah sebab file yang aku simpan ternyata hilang entah kemana. Padahal sehari sebelumnya aku meletakkannya dengan baik. Aku takut pimpinan akan memarahiku. Akibatnya aku tidak akan dipercaya lagi. Kepercayaan itu mahal harganya.
Biasanya kalau sudah marah di kantor akan terbawa seharian. Anehnya kadang kita diuji oleh Allah ketika marah, seketika itu semesta pun kadang membuat perasaan kita campur aduk, marah, kesal, sedih. Semakin kita tidak mampu mengendalikan marah, kita dibuat marah dengan lebih banyak hal lain. Akhirnya, ketika pulang ke rumah, aku memarahi orang rumah juga. Marah telah mengendalikanku.
Aku bersuara agak keras ke salah satu anakku. Padahal sebabnya begitu sepele, abang menumpahkan air minum, tanpa sengaja. Astagfirullah. Marah telah menguasaiku, menguasai kepalaku. Lama aku terdiam setelah sorot mata abang begitu sendu–anakku sedih. Aku jadi terluka dan sangat merasa bersalah, harusnya aku bisa mengendalikan marah agar marah tak mengendalikanku.
Psikologi Marah Bagian dari Sifat Dasar Manusia
Menurut penelitian Linschoten, perasaan manusia menurut modalitasnya ada 3 (tiga) yaitu suasana hati, perasaan itu sendiri, dan emosi. Emosi merupakan bagian dari perasaan dalam arti luas. Emosi tampak karena rasa yang bergejolak sehingga seseorang mengalami perubahan dalam situasi tertentu mengenai perasaan.
Emosi berkembang sejak lahir sebab ditumbulkan karena adanya rangsangan. Seiring berjalannya usia seseorang bisa mengendalikan emosinya. Pada anak-anak terlebih anak bayi emosinya tidak bisa dibedakan. Saat lapar, marah, takut, dan sebagainya tidak bisa kita bedakan.
Goleman juga menyatakan bahwa pada prinsipnya emosi dasar manusia yaitu takut, marah, sedih, dan senang. Kemudian ahli Sutanto menambahkan bahwa selain emosi dasar tersebut ada juga malu, rasa bersalah, dan cemas. Semua emosi dasar tersebut nyatanya sangat mempengaruhi kita dalam kehidupan sehari-hari.
Aku jadi ingat, dulu ketika masih senang membaca buku-buku parenting, banyak ahli menyatakan bahwa setiap ibu tidak boleh memaki terlalu keras ketika anaknya sedang mengekspresikan marah akan suatu hal. Sebab marahnya sang anak memang respon manusiawi terhadap rangsangan yang dia dapat. Sebagaimana Duffy dalam tulisannya menyatakan bahwa marah adalah sesuatu yang normal dan merupakan perasaan yang sehat. Namun perlu dibedakan antara marah, agresi, dan kekerasan.
Marah merupakan potensi perilaku, emosi yang dirasakan dalam diri seseorang. Sedangkan agresi atau kekerasan merupakan perilaku yang muncul akibat emosi tertentu, khususnya marah. Marah tidak berujung pada perilaku agresi, apabila marah dapat dikelola dengan baik muncul perilaku asertif yang diterima norma sosial, namun apabila tidak dikelola dengan baik dapat berdampak munculnya perilaku agresi atau kekerasan yang tidak diterima norma sosial.
Tips Mengendalikan Diri Saat Marah
Katanya selama kita hidup di dunia pasti akan selalu ada godaan untuk marah, kesal, benci dan sebagainya. Namun, setiap agama tentu mengajarkan kebaikan dan manfaat menahan marah ketika terpancing emosinya. Berikut beberapa tips singkat mengendalikan marah:
- Bagi yang muslim dianjurkan membaca ta’awudz, audzubillahi minas syaithanir rajiim;
- Diam
- Mengambil posisi lebih rendah, misalnya dari berdiri sebaiknya duduk, dari duduk sebaiknya posisi tidur
- Wudhu (bagi yang muslim) atau mandi
Marah memang memiliki dampak yang banyak apabila tidak mampu kita kendalikan.
Tersenyumlah Agar Hati Selalu Bahagia
Saat kamu marah berusahalah langsung mengingat dirimu. Jangan ikuti marah, jangan membawa marah terus bersamamu agar orang-orang yang disekitarmu tidak terkena dampak marahmu.
Referensi:
1. journal.ugm.ac.id
2. unpak.ac.id
*Tulisan ini diikutsertakan dalam Ramadan Blog Challenge 2023 bersama bloggerperempuan(dot)co(dot)id
#BPNRamadan2023